Danau Poso memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Danau yang terletak di Tentena Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah ini, dikenal sebagai salah satu danau yang bersih dan jernih. Tak salah jika danau ini menjadi hunian berbagai jenis burung, beragam jenis anggrek dan sejumlah tanaman tumbuh subur, hingga bermacam jenis ikan hidup di danau tersebut yang semakin memperkaya habitat di sekitar danau.
Kekayaan habitat di sekitar danau ini menggerakkan BLH Sulteng untuk peduli agar keindahan dan kekayaan keanekaragaman hayati yang ada tak punah begitu saja. Melalui sebuah riset, BLH Sulteng memetakan sejumlah keanekaragaman hayati yang ada di dalam dan sekitar Danau Poso. Masyarakat mendukung, kendala hanya terletak pada dana yang minim.
Mitos Danau Poso dihuni makhluk sejenis ikan yang mengeluarkan cahaya terang pada malam hari menjadi misteri penting yang akan terungkap dalam riset BLH Sulteng. Pasalnya, riset ini akan membuktikan kecendrungan betapa segala jenis ikan dapat hidup di danau dengan kedalaman sekitar 500 meter itu. Bahkan ikan yang diberi nama warga lokal dengan nama ikan lampu dan belum ketahuan wujudnya inipun telah hidup bertahun-tahun di danau tersebut.
Sekretaris BLH Sulteng, Rivai S.Sos MSi, menuturkan selama ini data lengkap tentang kondisi danau Poso belum ada, ia masih tersebar secara parsial di sejumlah instansi di Sulteng. Menurutnya, perlu dukungan untuk saling menyatukan dan memutakhirkan data baru. Hal ini berguna untuk mengetahui berapa jenis ikan yang dapat hidup di danau hingga anggrek dan jumlah burung yang menghuni di lingkungan danau.
“Menggali keanekaragaman hayati di Poso dalam situasi saat ini sangat dibutuhkan. Perlu data base agar kita mengetahui dengan pasti jenis, cara hidupnya sehingga dapat melakukan langkah penyelamatan. Syukurnya, ketika kami punya keinginan untuk melakukan riset ini, Departemen Lingkungan Hidup mendukung dengan kebijakan konservasi lingkungan, sehingga kami mendapat dana untuk memulai riset,” tuturnya.
Saat ini menurut Rivai proses riset masih memasuki tahap awal. Riset dimulai dengan survey dan focus group discussion (FGD). Dua tahapan ini sudah rampung dilaksanakan di desa, dan kini akan dimulai untuk tingkat kecamatan dan berakhir di tingkat kabupaten. Diskusi bersama warga, tim riset menemukan data awal seperti adanya ikan lampu yang tak pernah dilihat wujudnya dan belut sidat yang mulai punah. Warga, ucap Rivai, cukup merespon dan terbuka dengan gagasan yang ditawarkan.
Ia berharap tahapan terakhir di kabupaten, BLH kabupaten dapat mencari funding agensi (penyandang dana) karena mengharap dari pemerintah jumlah dana sedikit sementara ke depannya akan diperlukan dana yang lebih besar untuk pengorganisasian masyarakat, pelatihan dan penguatan ekonomi masyarakat.
Dari diskusi dengan masyarakat, tim ahli yang tergabung dalam kelompok riset Danau Poso, menemukan sejumlah ikan asli mulai sulit ditemukan. DR Ir Alimuddin Paada MS ketua Tim Riset Danau Poso menjelasan bahwa ikan-ikan yang dulunya dengan mudah dapat ditangkap sudah sangat sulit ditemukan. Jika dulunya dalam sejam memancing sudah dapat seember penuh ikan, saat ini harus menunggu berjam-jam untuk mendapatkan ikan. Warga dalam FGD, ucap Alimuddin, dengan jujur mengakui kerusakan danau disebabkan rusaknya ekosistem Danau Poso. Kerusakan tak hanya dari limbah masyarakat namun disinyalir dari pestisida yang digunakan berlebihan serta tambang galian c.
Rivai mensinyalir pula bahwa limbah berasal dari PLTA, meski dugaan ini masih memerlukan pengkajian lebih dalam. Ironisnya kini, dari sejumlah referensi ditemukan beberapa jenis ikan habitat asli Danau Poso, telah punah. Beberapa jenis ikan yang telah punah tersebut seperti, Ikan Bungu, Ikan Bontinge, kini telah benar-benar sulit ditemukan di danau Poso. Padahal kedua jenis ikan ini, sangat lezat dan bernilai gizi yang sangat tinggi. Dahulunya, jenis ikan ini, mudah ditangkap.
Untuk itu, jelas Rivai, penanganan jenis-jenis ikan yang mulai punah sudah sangat mendesak dilakukan. Melalui kebijakan KLH dan riset yang tengah dilakukan, belut sidat yang proses berkembangbiaknya sangat sulit perlu mendapat perhatian khusus. Ikan Sidat adalah sejenis belut yang merupakan konsumsi sehari-hari masyarakat. Ia termasuk mahal harganya berkisar Rp 200-400 ribu dan sangat digandrungi di Negara Jepang. Ikan sidat tergolong jenis ikan yang kurang populer di Indonesia. Secara fisik, sidat mirip belut. Bedanya, sidat bertubuh seperti pipa. Di dekat kepala ada sejenis telinga, dan ada sirip pada bagian atas tubuhnya. Sidat sering tertangkap di saluran-saluran air, anak sungai, sungai, dan danau.
Menurut Rivai, siklus hidup sidat berbalik dengan ikan salmon. Sidat dewasa (bisa
berusia belasan tahun) memijah di laut berkedalaman 200-1.000 meter, sebelum kemudian bertumbuh dewasa mencari perairan tawar. Adapun salmon memijah di hulu sungai kemudian dewasa di laut. Keduanya akan mati setelah bertelur. Sidat merupakan binatang petualang, karena fase hidupnya yang berpindah-pindah dari tiap fasenya, makanya jika tanpa penanganan yang tepat sidat akan dengan mudah punah terancam ekosistem yang rusak dan berubah.
Senada yang dikemukakan, Alimuddin, jika tanpa penanganan tepat banyak hewan yang merupakan habitat alami di Danau Poso akan bermigrasi karena habitanya mulai terganggu dan iklimnya sudah tidak cocok. “ya kita berharap riset ini dapat segera tuntas dan keadaan yang sudah terjadi dapat segera dapat teratasi, “ucapnya.
Komentar
Posting Komentar