Penelitian Televisi Berjaringan di Samarinda



Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) merupakan sebuah lembaga yang menjadi kontrol terhadap media terutama menyangkut Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan pengawasan isi siaran. Saat ini selain sudah ada 15 stasiun swasta yang berbasis di Jakarta dengan jangkauan nasional, juga banyak bermunculan televisi swasta lokal dengan jangkauan yang terbatas di sebuah wilayah provinsi atau kabupaten.
Stasiun televisi di Samarinda mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dengan munculnya televisi lokal. Namun untuk bisa bersiaran, televisi lokal di Kalimantan Timur harus mempunyai izin penyelenggaraan penyiaran. Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) adalah hak yang diberikan oleh KPID kepada lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiara. 

Dengan hadirnya Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002, salah satu isi klausul dalam regulasi tersebut mewajibkan setiap stasiun televisi yang ingin melebarkan sayap ke provinsi/kabupaten maka harus melakukan Sistem Siaran Jaringan (SSJ) dengan konten/isi siaran lokal 10 persen total siaran dalam sehari. Disinilah problemanya. Kendati, diamanahkan dalam UU Penyiaran namun sejumlah pengelola dan Lembaga Penyiaran televisi berkeberatan dengan aturan tersebut. Alasannya, perlu persiapan yang lama dan anggaran yang besar karena harus memproduksi program siaran dan merekrut SDM lokal.
            Alhasil, dikeluarkanlah Peraturan Menkominfo nomor 32/Per/M.Kominfo/12/2007 mengenai penerapan sistem jaringan lembaga jasa penyiaran televisi. Melalui Peraturan Menteri (Permen) No. 32/Per/M.KOMINFO/12/2007 Tentang Penyesuaian Penerapan Sistem Stasiun Jaringan Lembaga Penyiaran Jasa Penyiaran Televisi yang terbit pada tanggal 19 Desember 2007 ini, pemerintah kembali menunda pelaksanaan SSJ hingga 28 Desember 2009. Ultimatumnya SSJ paling lambat mulai diberlakukan Januari 2010.

            Sayangnya, ultimatum ini tetap tak memberi efek tegas. Televisi Jakarta yang ingin bersiaran nasional ini tak menganggap sebagai momok. Sanksi tak tegas disampaikan. Belum lagi segelintir pemilik media yang memiliki kuasa atas segala aturan. Melalui modal yang besar, kebijakan SSJ dapat diintervensi. Anggaran digelontorkan agar pemberlakuan SSJ bukan lagi hal wajib. Tak aneh, jika banyak stasiun  televisi berjaringan sangat minim yang bekerjasama dengan televisi lokal. Bahkan untuk konten lebih banyak merelay dari induknya.
Konten lokal dibuat asal melunturkan kewajiban. Produksi program siaran dibuat di Jakarta dan oleh SDM Jakarta. Penayangannya pun hanya dibuat pada jam-jam hantu yakni pukul satu atau tiga dinihari, ketika tak ada lagi penonton karena sudah tertidur. Belum lagi, konten tersebut ditayangkan berulang-ulang setiap harinya. Hanya membuat lima siaran dengan tema setempat, sehingga ketika Uji Coba Siaran selama setahun, lima konten itulah yang terus menerus ditayangkan.


Di Samarinda, KPID Kaltim berusaha bersikap tegas dengan memaksa menandatangani surat pernyataan untuk memenuhi 10 persen konten lokal. Ancamannya, jika tak dipenuhi maka dalam Evaluasi Uji Coba Siaran, KPID tak akan bisa memberikan pembelaan. Namun, pelemahan atas kewenangan KPI ssudah sejak awal dilakukan maka kebijakan penandatangan surat pernyataan tersebut tetap masih belum bertenaga maksimal.  

Uni Wahyuni Sagena dan Nurliah. Peranan KPID Kaltim Dalam Penguatan Konten Lokal Pada Televisi Berjaringan di Samarinda, Penelitian, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis peranan dan hambatan KPID Kaltim dalam memberi penguatan pada konten lokal di televisi berjaringan Samarinda


Hasil penelitian ini menunjukkan bawah peranan KPID Kaltim dalam menjalankan tupoksinya selama ini yaitu peran sebagai regulator, peran pengawasan, dan peran pengembangan SDM mengacu pada UU Penyiaran No 32 Tahun 2002, namun pada parkteknya di lapangan, KPID menghadapi sejumlah kendala dalam melaksanakan tanggung jawabnya.  Penelitian ini menunjukkan bahwa kendala-kendala tersebut justru lebih bersifat struktural yaitu berasal dari  pemerintah sendiri yang cenderung memangkas kewenangan KPID dan lebih berpihak pada konglomerasi media massa yang monopolistik dan kapitapistik. KPI/KPID telah mengambil beberapa langkah praktis dan strategis untuk mengembalikan kewenangannya namun akibatnya, hak dan kepentingan publik dalam hal penyiaran dikalahkan oleh kepentingan ekonomi tersebut.  Penelitian ini menggunakan jenis peneltitian deskriptif-kualitatif dengan menggunakan data primer (berupa wawancara) dan data sekunder  dari berbagai literatur.  Manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran dan penjelasan kepada publik mengenai peran KPID  dan kendala yang dihadapi serta latar belakang kendala tersebut muncul sehingga menyulitkan KPID melaksanakan kewenangan secara maksimal dan efektif.

Komentar